Pedoman Zakat Fithri (2): Pengertian Zakat Fithrah atau Fithri

A.Pengertian Zakat

Zakat berasal dari kata zakaa yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, atau berkembang. Kata itu mengacu pada kesucian diri yang diperoleh setelah pembayaran zakat dilaksanakan. Itulah kebaikan hati yang dimiliki seseorang manakala ia tidak bersifat kikir dan tidak mencintai harta kekayaannya semata-mata demi harta itu sendiri.

Sedangkan secara istilah para ulama fikih telah menjelaskan pengertian zakat sebagai berikut:

الزَّكَاةُ هِيَ إِعْطَاءُ جُزْءٍ مَخْصُوْصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوْصٍ بِوَضْعٍ مَخْصُوْصٍ لِمُسْتَحِقِّهِ

“Zakat adalah mengeluarkan bagian yang khusus dari harta yang khusus dengan ketentuan yang khusus bagi mustahiqnya”.

Dengan perkataan lain, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At-Taubah: 103)

Maksud zakat membersihkan itu adalah membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda.  Sedangkan maksud zakat menyucikan itu adalah menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan mengembangkan harta benda mereka.

B. Pengertian Fithrah atau Fithri

Meski di dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam penyebutan zakat ini lebih populer dengan istilah zakat Fithri, namun terkadang digunakan pula istilah zakat Fithrah, dan barangkali sebutan ini yang lebih populer di kalangan kita. Untuk mempertegas peristilahan itu barangkali penting pula untuk dianalisa latar belakang pembentukannya.

(a) Zakat Fithri

Dalam Al Quran kata Fithrah dalam berbagai bentuknya disebut sebanyak 28 kali, 14  di antaranya berhubungan dengan bumi dan langit. Sisanya berhubungan dengan penciptaan manusia, baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah, maupun dari segi uraian tentang fithrah manusia. Sehubungan dengan itu Allah berfirman pada surat Ar-Rum ayat 30:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ 

“Maka hadapkanlah dirimu dengan lurus kepada agama itu, yakni fithrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”

Pada ayat lain diterangkan kronologis peristiwanya:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS Al A’raf:172)

Peristiwa ini memberikan gambaran bahwa sejak diciptakan manusia itu telah membawa potensi beragama yang lurus, yaitu bertauhid (mengesakan Allah). Keadaan inilah yang disebut al fithrah. Sehubungan dengan itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan atas fithrah-nya, maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani, atau Majusi (HR. Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, I:465, No. hadits 1319)

Berdasarkan pemaknaan kata Fithrah di atas, maka kita dapat memahami bahwa zakat ini disebut zakat Fithrah karena zakat ini merupakan shadaqah (bukti kebenaran) dari badannya dan ke-fithrah-an pada jasadnya.[1]

(b) Zakat Fithri

Kata “Fithr” makna asalnya adalah robek atau terbelah, sebagaimana dalam ungkapan Fathara Naabul Ba’iir, artinya terbelah tempat taringnya untuk tumbuh. Pemaknaan itu digunakan pula dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ

“Apabila langit terbelah.” (QS. Al Infithar, :1)

Berdasarkan pemaknaan kata Fithri di atas, maka kita dapat memahami zakat ini disebut zakat Fithri karena seakan-akan orang yang shaum “merobek atau membelah” masa shaumnya dengan makan.

Dengan demikian, zakat ini disebut zakat Fithri karena yang menjadi sebab pensyariatannya adalah berbuka dari shaum pada bulan Ramadhan, penisbatan zakat kepada kata Fithri merupakan bentuk penyebutan akibat (Musabbab) dengan menggunakan kata sebab (Sabab).[2]



[1] Lihat, Syaikh Athiyyah Muhammad Salim, Syarh Bulugh Al Maraam, juz 4, hlm. 135

[2] Lihat, Tawdhiih Al Ahkaam Syarh Bulugh Al Maraam, III:371