Niat Berwudhu’
Tidak ada wudhu tanpa disertai dengan niat, yaitu bahwa ia berwudhu dengan niat bersuci dari hadats, bersuci untuk shalat fardhu atau shalat sunah, membaca Al Qur’an, shalat jenazah, atau yang serupa dengannya diantara hal hal yang tidak dapat dikerjakan selain oleh orang yang dalam keadaan suci.
Imam Asy Syafi’i berkata: Jika seseorang sudah membasuh sebagian anggota wudhu dengan tidak disertai niat, kemudian ia berniat pada saat membasuh anggota wudhu lain, maka hal itu tidak mencukupi kecuali jika mengulangi wudhu dari anggota wudhu yang tidak disertai dengan niat, lalu ia
berniat yang karenanya wudhu menjadi sah.
Bila ia mendahulukan niat bersamaan dengan memulai wudhu , maka wudhu itu cukup baginya. Namun bila ia mendahulukan niat sebelum memulai wudhu kemudian niat hilang darinya, maka wudhunya tidak mencukupi (tidak sah).
Apabila ia berwudhu dengan niat bersuci, kemudian niat itu hilang darinya, maka hal itu boleh baginya selama tidak terbetik niat lain seperti mendinginkan badan atau membersihkan diri dengan air.
Bila membasuh muka dengan disertai niat ingin bersuci, kemudian ia berniat membasuh kedua tangannya dan anggota wudhu lain untuk membersihkan atau mendinginkan badan dan bukan untuk bersuci, maka wudhunya tidak sah kecuali dengan mengulangi membasuh anggota wudhu yang ia kerjakan tanpa niat bersuci.
Apabila ia mengusap kepalanya dengan sisa-air wudhu di tangannya, atau mengusap kepala dengan sisa-air wudhu janggutnya, niscaya hal itu tidak kecuali ia
menggunakan air yang baru.
(Dalam Al Umm, Imam Asy Syafi’i tidak mengajarkan lafadz kalimat niat, baik wudhu, mandi junub
maupun sholat)
Menggunakan air sisa orang lain (bukan bekas wudhu/musta’mal), maka itu cukup baginya. Bila berwudhu dengan air telah dipakai orang lain mandi (nyebur/berendam), dan air itu kurang dari 2 kullah, maka wudhunya tidak sah.
Bila air itu 5 geriba atau lebih, tidak terkena najis orang yang mandi sambil berwudhu di air itu , maka wudhunya dianggap sah dikarenakan hal tersebut tidak merusak kesucian air.