Kapankah Jatuhnya Malam Lailatul Qadar?

Al Hafizh Ibnul Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan tentang jatuhnya Lailatul Qadar, “Para ulama berselisih pendapat dalam menentukan Lailatul Qadar dengan perbedaan yang sangat banyak. Setelah kami himpun, ternyata pendapat mereka mencapai lebih dari empat puluh pendapat.”

Berikut beberapa pendapat mengenai kapan tepatnya malam Lailatul Qadar dimana antara satu dalil dengan dalil yang lain saling memperinci.

Dalam Al Quran, Allah berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS  Al Qadar: 1)

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185)

Lailatul Qadar disepakati turun pada bulan Ramadhan berdasarkan dalil dari Al Quran tersebut. Dan di dalam bulan Ramadhan lebih spesifik jatuh pada sepuluh malam terakhir di bulan itu. Dalilnya adalah hadits ‘Asiyah Radhiyallahu ‘Anha,

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaih)

Dari Ibnu Umar bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ – يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ – فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى

“Carilah Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)

Selanjutnya, dalam sepuluh hari terakhir itu diperinci lagi Lailatul Qadar jatuh pada malam-malam ganjil.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan.” (HR. Al Bukhari)

Kemudian pada malam-malam ganjil tersebut diperinci lagi oleh hadits lain, tetapi terdapat perbedaan mengenai tanggal pasti jatuhnya Lailatul Qadar.

1. Tanggal 21 Ramadhan

Dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘Anhu, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan:

إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نَسِيتُهَا أَوْ أُنْسِيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ وَإِنِّي أُرِيتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ

Sungguh aku telah diperlihatkan Lailatul Qadar, kemudian terlupakan olehku. Oleh sebab itu, carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir pada setiap malam ganjilnya. Pada saat itu aku merasa bersujud di air dan lumpur.

Abu Sa’id berkata: “Hujan turun pada malam ke 21, hingga air mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Seusai shalat aku melihat wajah beliau basah terkena lumpur. (HR Al Bukhari dan Muslim)

2. Tanggal 24 Ramadhan

Dari Watsilah bin Al Asqa’ Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ وَأُنْزِلَ الإِنْجِيلُ لِثَلاثَ عَشْرَةَ مَضَتْ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَ الزَّبُورُ لِثَمَانَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ

“Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan. Taurat diturunkan pada hari keenam Ramadhan. Injil diturunkan pada tanggal tiga belas Ramadhan. Zabur diturunkan pada tanggal delapan belas Ramadhan. Dan Al Qur`an diturunkan pada tanggal dua puluh empat Ramadhan.” (HR Ath Thabrani, hasan)

Ibnu Abbas berkata, “Carilah pada tanggal dua puluh empat.” (HR Bukhari)

Riwayat ini mauquf (yakni perkataan Ibnu Abbas sendiri), tetapi dimarfu’kan oleh Ahmad. Hadits ini telah ditakhrij di dalam Silsilatul Ahadits Ash Shahihah (nomor 1471). Al Hafizh berkata, “Terdapat kesulitan mengenai perkataan ini yang di dalam riwayat lain dikatakan pada tanggal ganjil. Kesulitan ini dijawab dengan mengkompromikan bahwa lafal yang lahirnya menunjukkan genap itu adalah dihitung dari akhir bulan, sehingga malam dua puluh empat (yang genap) itu adalah malam ketujuh (dihitung dari belakang).”

3. Tanggal 27 Ramadhan

Dalilnya adalah hadits dari Ubai bin Ka’ab, ia berkata,

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِي هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ

Demi Allah, sunguh aku mengetahuinya dan kebanyakan pengetahuanku bahwa dia adalah malam yang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam perintahkan kami untuk bangun (shalat) padanya, yaitu malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Muslim, no. 762)

Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda tentang Lailatul Qadar,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ

Lailatul Qadar adalah malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Abu Dawud)

Kesimpulan atas Perbedaan Tanggal

Syaikh Shafiyurahman Al Mubarakfuri dalam Ithaf Al Kiram mengatakan, “”Pendapat yang paling rajih dan paling kuat dalilnya adalah ia berada pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir. Ia bisa berpindah-pindah, terkadang di malam ke 21, terkadang pada malam ke 23, terkadang pada malam ke 25, terkadang pada malam ke 27, dan terkadang pada malam ke 29. Adapun penetapan terhadap beberapa malam secara pasti, sebagaimana yang terdapat dalam hadits ini (hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan), ia di malam ke 27, dan sebagaimana dalam beberapa hadits lain, ia berada di malam 21 dan 23, maka itu pada tahun tertentu, tidak pada setiap tahun. Tetapi perkiraan orang yang meyakininya itu berlaku selamanya, maka itu pendapat mereka sesuai dengan perkiraan mereka. Dan terjadi perbedaan pendapat yang banyak dalam penetapannya.”

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa Lailatul Qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun.