Amalan Sebelum Berangkat Melaksanakan Shalat ‘Id
A. Menyalurkan Zakat fithri kepada Mustahiq
Ibnu Umar berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الفِطْرِ قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلىَ الصَّلاَةِ
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintah dengan zakat fithri, supaya dilakukan sebelum orang keluar (pergi) ke shalat (hari raya).[1]
Dalam riwayat lainnya dengan redaksi:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar membayar zakat fithrah sebelum orang-orang berangkat menunaikan shalat ‘Id.[2]
Sedangkan di dalam riwayat At-Tirmidzi digunakan redaksi sebagai berikut :
كَانَ يَأْمُرُ بِإِخْرَاجِ الزَّكَاةِ قَبْلَ الْغُدُوِّ لِلصَّلَاةِ يَوْمَ الْفِطْرِ
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintah untuk mengeluarkan zakat (fitrah) pada hari fitri sebelum pergi shalat (hari raya).”[3]
Sesuai sunnah Rasul bahwa waktu menyalurkan zakat fithri itu pada hari raya, yaitu sejak terbit fajar hingga selesai shalat hari raya (‘Id) setempat. (keterangan lebih lengkap dapat dibaca pada Waktu Pembagian Zakat Fithri)
B. Disunnahkan Mandi dan Berparfum serta Berpakaian dengan Pakaian Terbagus.
Dalam sebuah hadits:
عَنْ زَيْدِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ ، عَنْ أَبِيهِ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم فِي الْعِيْدَيْنِ أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدَ مَا نَجِدُ
Dari Zaid bin Al Hasan bin Ali, dari ayahnya (Al-Hasan bin Ali) Radhiyallahu ‘Anhu, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyuruh kami pada hari ‘Id agar memakai pakaian dan wewangian yang terbaik.”[4]
Setelah meriwayatkan hadits itu melalui rawi Ishaq bin Barzakh, Al Hakim berkata, “Sekiranya Ishaq tidak majhul niscaya aku hukumi hadits itu berstatus shahih.”[5]
Namun menurut Muhammad bin Ismail Ash-Shan’ani, “Rawi itu tidak majhul, sungguh ia telah dinyatakan dha’if oleh Al Azdiy dan dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban.”[6]
Abdullah bin Umar berkata, “Umar pernah membeli baju besar terbuat dari sutra yang dijual di pasar, lalu membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sambil berkata, ‘Ya Rasulullah, belilah baju besar ini untuk memperindah diri di hari raya dan untuk menyambut tamu-tamu utusan!’ Rasulullah bersabda,
إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ.
“Baju ini hanya untuk orang yang tidak memiliki bagian di akhirat.”[7]
Hadits tersebut menunjukkan bahwa memperindah diri pada hari raya adalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh para sahabat, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberikan taqriir (ketetapan) terhadap Umar. Adapun teguran beliau terhadap Umar dikarenakan membeli baju besar yang terbuat dari sutra.
Dalam hadits lain diterangkan:
عَن جَابر رَضِيَ اللَّهُ عَنْه أَن النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ كَانَ يَلْبَسُ بُرْدَهُ الْأَحْمَرَ فِي الْعِيدَيْنِ وَالْجُمُعَةِ
Dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakai burdah berwarna merah pada dua hari raya dan hari Jumat.”[8]
Dalam riwayat Ibnu Abu Syaibah, dari Abu Ja’far dengan redaksi:
كَانَ يَلْبَسُ بُرْدَهُ الْأَحْمَرَ يوم الْجُمُعَةِ وَيَعْتَمُّ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakai burdah berwarna merah pada hari Jumat dan menggunakan sorban pada dua hari raya.”[9]
Dalam riwayat Imam Asy-Syafi’i dan Al Baihaqi dengan redaksi:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَلْبَسُ بُرْدًا حِبَرَةً فِي كُلِّ عِيدٍ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakai burdah Hibarah pada setiap hari raya.”[10]
Meskipun hadits-hadits di atas dha’if bila dilihat secara mandiri, namun statusnya dapat dijadikan hujjah, yaitu derajatnya menjadi hasan (di atas derajat dha’if, namun di bawah derajat shahih) karena memiliki penguat dari riwayat lain sebagai berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْبَسُ يَوْمَ الْعِيدِ بُرْدَةً حَمْرَاءَ
Dari Ibnu Abbas, ia berkata“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakai burdah berwarna merah pada hari raya.”[11]
Kata Imam Al Haitsami, “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al Mu’jam Al Awsath, dan rawi-rawinya tsiqaat.” (Lihat, Majma’uz Zawaa`id Wa Manba’ul Fawaa`id, V:358)
Dengan demikian hendaknya seseorang memakai baju yang terbagus manakala keluar pada hari raya.
C. Makan Sebelum Berangkat ke Lapangan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat menganjurkan orang yang akan berangkat menuju tanah lapang pada hari raya ‘Idul fitri untuk makan terlebih dahulu dan hal ini berbeda dengan hari raya idul adha. Anjuran ini telah menjadi kebiasan amal beliau.
عَنْ أَنَسٍ رَضي اللَّهُ عنهُ قالَ: كانَ رسُولُ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم لاَ يَغْدُو يوْمَ الفِطْر حَتَّى يَأْكُلَ تَمَراتٍ أَخْرَجَهُ البخاريُّ
Dari Anas, ia berkata, ”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berangkat shalat pada hari ‘Idul fithri sampai beliau makan beberapa buah kurma.”[12]
عَنْ بُرَيْدَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغْدُوْ يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ – رواه ابن ماجه والترمذي –
Dari Buraidah Radhiyakllahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berangkat menuju mushala pada hari fitri sehingga makan terlebih dahulu, dan beliau tidak makan terlebih dahulu untuk idul adha sehingga kembali.”[13]
[1] HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, II:679, No. hadits 1438
[2] HR. Muslim, Shahih Muslim, II: 679, No. hadits 986; Ahmad, Musnad Ahmad, II:67, No. hadits 5345; II: 154, No. hadits 6429; An-Nasai, As-Sunan Al Kubra, II:30, No. hadits 2300; Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:111, No. 1610; Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, IV: 91, No. 2422; Al Baihaqi, As-Sunan Al Kubra, IV: 174, No. hadits 7526; Abd bin Humaid, Musnad Abd bin Humaid, I:249, No. 780; Ibnul Jarud, Al Muntaqaa, I:98, No. hadits 359
[3] Sunan At-Tirmidzi, III:62, No. hadits 677
[4] HR. Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alaa Ash-Shahiihain, IV: 230, No. hadits 7560; Ath-Thabrani, Al Mu’jam Al Kabiir, III: 91, No. hadits 2756
[5] Al-Mustadrak ‘Alaa Ash-Shahiihain, IV: 230
[6] Lihat, Tuhfah Al Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi, VI: 73
[7] HR. Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, III:1111, No. hadits 2889; Muslim, Shahih Muslim, III: 1639, No. hadits 2068
[8] HR. Al Baihaqi, As-Sunan Al Baihaqi, III: 247, No. 5778, III:280, No. hadits 5931
[9] Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, I: 481, No. hadits 5449
[10] Musnad Asy-Syafi’i, hlm 74; As-Sunan Al Kubra, III: 280, No. hadits 5932
[11] HR. Ath-Thabrani, Al Mu’jam Al Awsath, VII: 316, No. hadits 7609
[12] HR. Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, I:325, No. Hadits 910
[13] HR. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, I: 558, No. hadits 1756; At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, II: 426, No. hadits 542